Tulis Kasus Mafia BBM SPBU Galala, Wartawan di Duga Terancam, dan Di Intimidasi, Pihak SPBU Ancam Lapor Wartawan Ke Polisi
Ambon - reporterdesa.com - Perbuatan intimidasi dan teror serta ancaman kepada wartawan merupakan perbuatan melanggar Hukum, yang berdasarkan UU Pers No. 10 tahun 1999 yang tercantum pasal - pasal kebebasan Pers dalam melakukan tugas jurnalis.

Di duga kebakaran jenggot, akibat terciduk kamera wartawan dua pekan lalu, yang mana di ketahui petugas SPBU Galala di duga lakukan praktek kotor yang bekerja sama dengan para pengecer dan sopir angkot serta kendaraan roda empat yang lain bahkan sampai sejumlah kendaraan roda dua dalam melakukan mafia BBM.

Akibat dari hal tersebut, kemudian salah satu pimpinan di SPBU Galala yang beberapa kali hendak di temui namun sulit di temui sampai berita tayang pada beberapa Media Online.

Hengki Paliama lewat salah satu wartawan yang di kenal-nya mencoba mengajak wartawan berkompromi agar tidak menaikan berita yang lebih hots terkait dugaan mafia BBM yang di lakukan oleh petugas BBM, dengan dalil akan mengamankan wartawan. 

Kelihatannya tidak akan kapok walau awalnya kasus yang sama yang sudah menjebloskan tiga karyawan SPBU ke jeruji besi akibat di ketahui lakukan praktek kejahatan mafia BBM, namun hingga detik ini pekerjaan itu masih terus di jalankan, bahkan Hengki Paliama Ancam Lapor wartawan ke Polisi dengan alasan wartawan menulis berita tidak punya dasar bukti.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, pasal 4 ayat (1,2,3) sangat jelas menjelaskan bahwa" ayat 1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. 
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. 

Hengki Paliama bersama petugas SPBU karena takut kejahatan mafia BBM terungkap sehingga mengancam melaporkan wartawan ke Polisi dengan dalil wartawan tidak punya bukti, sementara saat itu dalam tugas jurnalis beberapa wartawan memiliki bukti foto serta vidioa kejahatan BBM yang sedang di lakukan.

Sudah terciduk kamera wartawan, namun tidak berhenti bahkan membela diri seakan - akan merasa tidak bersalah, lebih buruk lagi, Hengki Paliama yang adalah salah satu pimpinan di SPBU Galala tersebut di duga intimidasi dan ancam lapor wartawan ke polisi, dengan anggapan wartawan menulis kasus tersebut waktu lalu itu tidak berdasar dan tidak miliki bukti.

Seorang jurnalis dalam menulis berita sebelumnya sudah mengantongi bukti kemudian mencoba lakukan konfirmasi, dan hal itu sudah di lakukan, namun masih di anggap salah oleh pihak SPBU, karena takut kejahatannya terbongkar.

Mau di kata pihak SPBU tidak paham aturan UU Pers dan tidak paham fungsi tugas jurnalis, yang mana tahun 2022 sudah ada kesepakatan antara Dewan Pers dengan Bareskrim Polri bahwa Wartawan tidak bisa di polisikan.

Polri melakukan pertemuan dengan Dewan Pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan tahun 2022 silam, Pertemuan itu dalam rangka menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) terkait laporan terhadap wartawan hanya ditangani Dewan Pers.

"Ini langkah konkret terkait menjamin kerja-kerja jurnalistik teman-teman pers, di mana selama ini sering kali menjadi persoalan ketika teman-teman melakukan kegiatan jurnalistik, kemudian dari tulisannya dianggap merugikan para pihak bisa perorangan lembaga, institusi, kemudian diadukan ke kepolisian," kata Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan waktu itu.

Sementara Anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli menambahkan surat perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dan Bareskrim Polri itu ditandatangani Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan dirinya sebagai ketua komisi hukum Dewan Pers.

MoU itu sudah ada dari zamannya Pak Sigit bahkan sebelumnya, Dewan Pers juga ada Pak Azyumardi Azra, Pak Nuh itu gambaran besarnya tentang perlindungan," ungkap Arif

Polri berkomitmen memberikan perlindungan keselamatan terhadap jurnalis yang tengah bertugas, Sebab, tak bisa dipungkiri masih banyak kekerasaan yang dialami wartawan, baik itu kekerasaan fisik, verbal maupun dalam bentuk ancaman maupun intimidasi, seperti kejadian wartawan saat meliput mafia BBM di SPBU Galala dua pekan lalu.
 
Selain itu, adanya potensi kriminalisasi terhadap pewarta juga bisa terjadi dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Oleh karena itu Polri memastikan, jurnalis yang sedang malaksanakan tugas jurnalistik tidak akan pernah bisa dipidana.  

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sendiri sudah mengeluarkan maklumat tidak boleh membatasi kebebasan pers dan berpendapat di muka umum, dengan catatan bukan ujaran kebencian bernada SARA.
 
"Sepanjang memenuhi kode etik jurnalistis media tidak perlu risau karena dilindungi Undang-Undang Pers dan mendapat jaminan konstitusional," jelas Ramadhan. 
 
Jenderal bintang 1 itu mengatakan, Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Pers memiliki sifat kekhususan yang sama. pungkasnya

Di duga kuat ada oknum wartawan yang tidak tahu menulis berita wartawan baru yang kerjanya hanya cari muka sebagai seorang wanita di muka semua orang supaya di sukai yang mana di duga ada kong kalikong dengan Hengki Paliama guna mencoba mempersulit kerja - kerja jurnalis lain.

Hengki Paliama yang di hubungi awak media ini guna mencoba konfirmasi terkait isu bahwa Hengki Paliama akan polisikan wartawan yang menulis berita mafia BBM Galala itu, hingga berita ini tayang Hengki Paliama tidak bisa terhubung karena di duga nomor awak media sudah di blokir oleh-nya. 

Lewat berita ini agar masyarakat jangan di rugikan kemudian kekerasan dan intimidasi terhadap pers bisa di hentikan oleh oknum - oknum pembuat kejahatan mafia BBM, di mintakan pihak - pihak yang berwewenang baik DPRD, penegak Hukum baik Polisi Kejaksaan, dan bahkan Dinas SDM serta Pertamina segera menindak tegas pelaku - pelaku kejahatan mafia BBM yang terus berlaga di SPBU Galala. (V374)